8MingguNgeblog, Curhat

Cinta Pertama Takkan Pernah Mati

Ini cerita keduaku tentang cinta pertama (hehehe, cinta pertama kok dua?). Tulisan ini diikutsertakan lomba #8minggungeblog yang diselenggarakan oleh Anging Mammiri, minggu ke-5.

Entah bagaimana perasaan cinta itu bermula yang jelas tanpa kusadari aku sudah terjatuh dalam kubangan yang penuh dengan cinta, semakin kumeronta semakin ku terjerat. Mau tak mau tak ada pilihan lain aku, memilih untuk menerima kondisi itu.

Tanpa kusadari ternyata cinta pertamaku ini tumbuh seiring waktu. Beberapa saat cinta itu seolah hilang, tapi sebenarnya ia hanya sedang bersembunyi untuk kembali dengan rasa yang lebih dari sebelumnya. Cinta yang bermulai ketika aku masih gadis ingusan di Sekolah Dasar berseragam merah putih hingga kini wanita dewasa berseragam hijau. Kini kusadari cinta itu masih sama dengan kadar yang jauh lebih besar.

I LOVE WRITING

Gambar diambil dari sini

aku cinta pada dunia tulis menulis. Walau kuakui cintaku belum layak disejajarkan dengan kecintaan para penulis hebat. Cintaku berawal dari minimnya kemampuanku untuk mengungkapkan perasaan secara verbal. Aku orang yang pendiam, tak mudah akrab dan kuper. Aku bisa betah berjam-jam tidak bicara sepatah katapun (soalnya nggak ada orang lain sih, hehehe…) tapi walau bagaimanapun aku butuh sarana untuk mengeluarkan uneg-uneg, keluh kesah dan pikiranku tentang banyak hal. Ya jadi bisa dikatakan cinta pertamaku ini berawal dari sebuah pelarian, wujud ekspresi jiwa yang mencari muaranya.

ketika SD aku pernah ikut lomba mengarang mewakili sekolah, memang belum menang sih, tapi aku merasa Guruku memberiku kesempatan untuk menulis. Itu sesuatu yang menumbuhkan kepercayaan diriku. Pada saat aku remaja (SMP-SMA) sering sekali membaca majalah ANITA, ANEKA dan CERIA. Membaca majalah-majalah itu membuatku ingin pula membuat cerpen. Tapi kau tahu pasilitas pada saat itu tak semudah sekarang. Namun tak ada yang menyurutkan langkahku. Kebetulah Bapakku yang seorang guru, memiliki sebuah mesin tik manual. Entah aku lupa apakah itu milik pribadi atau barang inventaris kantor, yang jelas mesin tik itu ada di rumahku.

Karena waktu sekolah dan lain-lain di siang hari begitu padat, aku memilih mengetik di malam hari. Dan ada yang perlu kusampaikan tentang keluargaku. Ibu dan adikku selalu tidur cepat ketika malam, ya paling setelah Isya mereka sudah mulai bersiap tidur. Dan Ayahku seringkali keluar rumah di malam hari. Nah saat rumah sepi inilah kesempatanku untuk bercinta dengan hobbyku tanpa gangguan. Tapi tentu saja aku juga harus mempertimbangkan kenyamanan tidur Ibu dan adikku. Kalian tahukan bagaimana berisiknya suara mesin tik? Maka aku memilih mengetik di dapur, kualasi mesin tik dengan berlapis-lapis kain maksudnya untuk meredam suaranya. Entah itu ide darimana.

Saat itu, untuk menghasilkan sebuah cerita yang terdiri dari beberapa lembar halaman, sangat sulit bagiku. Bukan… bukan masalah idenya, tapi masalah kerapiannya. Salah beberapa baris, harus diulang dari awal, salah memperhitungkan pengetikan pada margin kanan pun berakibat naskah yang tak rapi. Maklum tidak secanggih komputer saat ini, kalau salah tinggal di blok dan “delete” selesai. Margin tak rata, tinggal klik icon Justify, beres. Dan satu lagi yang kusayangkan aku tak memiliki arsip naskah-naskah itu. Walaupun belum ada satupun yang dimuat dimajalah itu tak masalah, yang penting aku sudah menulis iya kan?

Akhirnya aku mencari pelarian lain yang mungkin sedikit lebih gampang. Tetap ingin menulis tak hanya dibuku diari yang hanya dibaca sendiri. Tapi bisa berbagi dengan orang lain. Apakah itu? Eng..ing…eng… surat menyurat ya, korespondensi.

Korespondensi

Dengan begitu aku tetap bisa menulis apa yang aku pikirkan dan tetap bisa dibaca oleh orang lain, tak perlu ribet menggunakan mesin tik lagi, cukup bermodalkan kertas, amplop dan pulpen, bisa ditulis tangan, hehehe…

Teman-temanku banyak tersebar di seluruh Indonesia bahkan ada yang di Cairo mengikuti Ayahnya bekerja di kedutaan. Ya walau tak semua awet, ada yang hanya sampai 2 atau 3 kali saling berkirim surat dan akhirnya berakhir diterpa kesibukan. Ya pasti ada yang lolos seleksi yang dinobatkan sebagai sahabat pena sejati. Seorang teman dari Jakarta dan seorang lagi dari Blitar lah pemenangnya surat yang kami kirim tak hanya selembar memberi kabar dan bertanya kabar, bisa berlembar-lembar dan bercerita banyak hal. Ya sampai aku melanjutkan kuliah di Yogya kami masih saling berkirim kabar, tapi seiring berkembangnya teknologi HP dan Internet, hubungan kami malah merenggang. Mungkin kesibukan dengan dunia masing-masinglah penyebabnya. #Carialasan Mode :ON

Selama kuliah aku sedikit melupakan cintaku ini, mungkin sedang jatuh cinta pada cinta yang lain seperti kutulis di sini. Hanya menulis beberapa surat untuk teman-teman seorganisasi, menulis surat undangan kegiatan, Proposal, LPJ kegiatan dan LPJ kepengurusan, heem… maklum lah 2 periode berturut-turut aku menjadi sekretaris UKM. Namun, ada sebuah tulisanku yang paling fenomenal dan cetar membahana bahkan untuk penyelesaikannya aku membutuhkan waktu tak tanggung-tanggung hampir 2 tahun, dan berisi ratusan halaman, aku lupa tepatnya. SKRIPSI alias tugas akhir ya, itulah hasil karya fenomenalku, hehehehe…

Setelah menikah tahun 2007 aku baru memiliki blog, dan akhirnya kembali fakum ketika kelahiran putra pertama, sebenarnya banyak yang ingin kutulis namun, 24 waktu telah tercurah penuh pada sang buah hati. #carialasan Mode : ON.
Namun tahun 2011 lalu, cinta lama persemi kembali saat waktu senggang membawa kerinduan akan cinta pertamaku ini. Ditambah fasilitas yang mendukung, ada waktu luang di antara waktu kerja di kantor. Kumulai memenuhi kerinduan itu dengan searching lomba menulis, dan kutemui banyak lomba menulis antologi yang seketika membakar adrenalinku. Bermulailah kembali petualanganku didunia menulis, dengan berburu lomba antologi dan mengerjar DL. Ada semangat yang menggebu ketika berpacu dengan waktu mengejar dead line lomba. Aku menemukan cinta yang kukira sudah mati.

Kuakui aku bukanlah penulis hebat, kemampuanku menulis masih jauh dibawah rata-rata. Frekuensiku menulis pun masih minim. Akupun sering kehabisan kata atau bingung ketika memulai kata pertama ditiap tulisanku. Dan aku hanya melakukannya disela-sela kesibukanku dan kewajiban utama sebagai seorang istri dan ibu dari 2 anak, serta pegawai kantoran. Tak mengapa! Karena bagaimanapun aku punya cinta. Heemm mungkin benar kata orang cinta pertama takkan pernah mati.

Ada yang komentar ketika aku sedang berpikir keras mencari ide tulisan “Kenapa sih nyari hobby yang susah, pake mikir berat.” Hahaha… iya, sejatinya hobby untuk melepas ketegangan dan membuat kita rileks dan santai. Tapi jika hobby membawa perasaan senang, disitulah hobbyku kesenangan yang unik ketika berhasil menyelesaikan sebuah tulisan, walau harus diawali dengan kerutan-kerutan di dahi, namun diakhiri dengan senyum lebar di bibir dan rasa lega di hati. (Walau ditambah rasa pegal di bahu dan rasa lelah di mata yang menatap layar monitor, no problem because I’am Happy…)

Begitupun tulisan ini, kuakhiri dengan tersenyum lebar dan rasa lega serta bahagia di hati.

8 tanggapan untuk “Cinta Pertama Takkan Pernah Mati”

  1. Kita sama untuk hal ini: Cintaku berawal dari minimnya kemampuanku untuk mengungkapkan perasaan secara verbal 🙂

    Menulis mengasyikkan ya, seandainya semua orang bisa menerima cara kita berkomunikasi dengan menulis 🙂

    1. Sama ya Mba.
      Iya, sih tapi tidak semua orang bisa menerima kan? bahkan suami saya sendiri tipe orang yang “tidak suka” dengan komunikasi melalui tulisan alasannya nggak bisa melihat ekspresinya, dan bahasa tulisan sering kali multi tafsir, sehingga sering menyebabkan kesalahpahaman. hehehe… ya akhirnya kalau mau curhat ia harus siap-siap lihat saya mengap-mengap nggak bisa ngomong, wkwkwk…

      1. Suami saya malah yang mengajari saya komunikasi via tulisan 🙂 eh waktu itu belum jadi suami sih hehehe.
        Sekarang pun kalo lagi marah saya bisa dengan cara ngirim SMS sama suami hahaha

      2. Marahan lewat sms, asyiiik…. nggak pake lempar piring dan teriak-teriak ya. paling ujung-ujungnya lempar HP, hehehe

    1. hahahaha… itu resiko siswa yang tulisannya bagus Mba, disuruh nulis di papan tulis. Kalau saya malas disuruh nulis di papan tulis, soalnya harus menulis dua kali, hehehe… sebenarnya nggak ada juga guru yang nyuruh, masih ada siswa yg tulisannya lebih bagus 🙂

Tinggalkan Balasan ke Bunda Imma Batalkan balasan